berita narkoba

Berita Nasional Narkoba

Selasa, 27 November 2012

Surat Terbuka Buat Jaksa Agung RI Terindikasi JPU Patgulipat di Kejari Simalungun

DARI medio Januari-Oktober 2012 hampir 30% kasus narkoba sudah ditangani di Pengadilan Ne-geri (PN) Simalungun. Pada semua kasus narkoba yang sudah ditangani dan sudah berkekuatan hukum itu-- yakni hukuman paling ringan 1 tahun dan paling lama 7 tahun,
terpantau adanya kejanggalan dalam penanganan kasus. Pasalnya, saat penuntutan dilakukan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Simalungun, selalu saja tuntutannya ringan. Betapa tidak, seorang bandar besar narkoba hanya dituntut 7 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Simalungun.

Misalnya tuntutan yang diajukan JPU, M. Azril SH, hari Rabu, 27 Juni 2012, pada bandar sabu-sabu Asen alias Farouk (34), warga Jl Cokro, Kota Siantar, Provinsi Sumatera Utara, terkesan terlalu ringan karena hanya tujuh tahun penjara. Padahal, terdakwa yang sempat melarikan diri ke Aceh itu, terbukti bersalah dan melanggar pasal 112 ayat 2 dan 111 ayat 1 UU RI No 35 tahun 2009 tentang narkotika.

Majelis hakim yang dipimpin Ramses Pasaribu beranggotakan Gabe Doris dan Irwansyah Sitorus, membuka persidangan dengan menanyakan kondisi terdakwa, sebab sebelumnya terdakwa mengaku sering sakit dan tidak enak badan. Asen pun menjawab pertanyaan itu dan mengaku sehat. Setelah mendengar itu, JPU M Azril SH  langsung membacakan tuntutannya. Menurut dia, berdasarkan keterangan saksi dan keterangan terdakwa di persidangan, terdakwa Asen alias Farouk terbukti secara sah dan meyakinkan menyimpan, menguasai, menjadi perantara, dan menjual narkotika jenis sabu-sabu.

Asen alias Farouk ditangkap hari Senin, 23 Januari 2012. Ketika ditangkap, terdakwa sedang membawa 27 bungkus sabu sabu (SS), 15 lembar uang pecahan Rp 50 ribu, satu bungkus ganja, timbangan digital, alat penghisap SS  (bong), serta satu unit sepeda motor Yamaha tanpa plat nomor.
Namun, untuk kesalahan itu  JPU, M Azril SH, hanya menuntut terdakwa tujuh tahun penjara de-ngan denda Rp1 milyar dan subsidair 6 bulan penjara dikurangi masa tahanan.

Di waktu berbeda, pemilik SS dan Ganja, Martopo alias Topo (39), warga Nagori Karang Ba-ngun, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun, dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp.1,2 milyar subsidair 8 bulan. Tuntutan itu dibacakan JPU, JM Butar-Butar SH, hari Rabu, 17 Okt 2012, di PN Simalungun.

Menurut  JPU, JM Butar-butar SH, terdakwa terbukti melanggar pasal  pasal 112 (1), pasal 111 (1) UU RI No.35 tahun 2009 tentang narkotika. Terdakwa ditangkap petugas pada hari Jumat, 08 Juni 2012, pukul 13.00 WIB di Jl Mawar, Nagori Pematang Simalungun, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun.

Ketika ditangkap, terdakwa memiliki sejumlah barang bukti (BB), yakni sebuah jaket Lee warna hitam yang tergantung di jendela rumah milik terdakwa dan di kantong kiri jaket itu ditemukan 5 batang rokok Gudang Garam yang dicampur de-ngan daun ganja kering seberat 0,35 gram. Juga SS seberat 0,43 gram serta 2 buah bong. Pada persidangan, terdakwa mengakui bahwa barang ha-ram tersebut dibeli dari Toni Toiman alias Ahwat (berkas terpisah, red) seharga Rp 200 ribu. Dalam persidangan terbuka untuk umum dipimpin Hakim Ketua, Ramses Pasaribu SH, didampingi hakim anggota Silvia Ningsih SH dan Adria DA  SH, MH, terdakwa mengakui baru 4 bulan menggunakan SS.

***

ANEHNYA lagi, tersangka kasus penyalahgunaan narkotika Ronny Demak Situmorang, Warga Jl  Meranti, Kelurahan Kahaean, Kecamatan Siantar Utara, hanya dituntut 1,6 tahun penjara oleh JPU, Nurdiningsih SH, hari Senin, 16 Juli 12. Me-nurut JPU Kejari Siantar-Simalungun itu, terdakwa dikenakan pasal 127 huruf a Undang-undang RI nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dengan barang bukti 2 bungkus sabu-sabu seberat 0,64 gram.

Pada hari Sabtu, 10 Maret 2012, sekitar pukul 23.00 WIB, Ronny ditangkap  polisi di Jl H Ulakma Sinaga, Nagori Rambung merah, Kecamatan Siantar. Ketika ditangkap dia sedang mengantongi 2 bungkus kecil SS. Dan, fakta di persidangan yang diungkapkan para saksi dari Kepolisian, Erguna Purba dan Indra Saputra, membenarkan Ronny ditangkap ketika sedang mengantongi 2 bungkus kristal putih diduga narkotika jenis SS.

Terdakwa juga mengakui benar memiliki 2 bungkus narkotika jenis SS yang disimpan di kantongnya, JPU, Nurdiningsih SH, hari Senin, 16 Juli 12, menuntut dua dakwaan terhadap Ronny. Pertama, terdakwa Ronny tidak ada izin dari pihak yang berwenang untuk menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, dan menukar atau menyerahkan narkotika golongan I, sehingga perbuatan terdakwa itu melanggar hukum sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 112 ayat (1) UU RI no 35 tahun 2009 tentang Narkotik Kedua, Ronny setelah diinterogasi mengatakan bahwa SS itu  diterima dari Indra (belum tertangkap), kemudian Indra pergi meninggalkan terdakwa untuk mengambil bong dengan maksud SS seberat 0,64 gram itu akan dipakai/dihisap bersama-sama.

Untuk hal itu, terdakwa tidak ada izin dari yang berwenang sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 127 huruf a UU RI no 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Perlu diperta-nyakan, mengapa JPU, Nurdiningsih SH, menuntut terdawa dengan dakwaan kedua, padahal fakta di persidangan dan keterangan saksi dari Kepolisian bahwa terdakwa saat ditangkap sedang berjalan, bukan saat menggunakan narkotika.

Maka dari ketiga kasus narkotika di atas, diduga adanya aksi patgulipat berbau uang, yang dilakukan para JPU dari Kejaksaan Negeri Simalungun, sehingga terkesan para JPU dengan sesuka hatinya membuat tuntutan terhadap para terdakwa kasus narkotika itu. Pertanyaannya, kapan Program Indonesia Bebas Narkoba 2015 yang dicanangkan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono bisa terwujud, bila aksi para JPU seperti itu masih terus terjadi? (hrp)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan pesan Anda.

Berita Nasional Narkoba