berita narkoba

Berita Nasional Narkoba

Selasa, 20 November 2012

Kapolda Sulut, Brigjen Pol Dicky Atotoy“Di Mata Hukum Semua Sama!”

  Divonisnya mantan anggota DPRD Kabupaten Bolmong Timur (Boltim), Rio Manoppo (35) dengan hukuman tiga tahun penjara, di persidangan Pengadilan Negeri (PN) Manado, hari Rabu, 25 Juli 2012, tertangkapnya anggota DPRD Sulut, Akbar Datunsolang, medio Juni 2012,  dan berkembangnya kasus pemalsuan ijazah di Universitas Manado (UNIMA) yang diduga melibatkan banyak pihak berkuasa di Sulut akhir Juli 2012 dan kini dalam penyidikan intensif Kepolisian Daerah Sulawesi Utara (Polda Sulut), menunjukkan bahwa Polda Sulut kian serius menertibkan wilayah tersebut dari berbagai penyimpangan di semua institusi, baik pemerintah maupun swasta. Untuk itu, Kapolda Sulut, Brigjen Pol. Dicky Atotoy, mengatakan di mata hukum semua sama. Mengungkapkan gebrakan demi gebrakan yang kini dilakukan Polda Sulut di bawah kendali Kapolda Atotoy, wartawan bnn  Adrian Pusungunanung, Martinus Mingkid, Welhelmus Tumundo, Zakaria Tuela, dan Johny Kaawoan, mengungkapkan sejumlah cerita menarik yang patut disimak dari wilayah Sulawesi Utara itu. Berikut kisah mereka. 


PALU Hakim Ketua, Armindo Pardede SH MAP, di Pengadilan Negeri Manado diketok, hari Rabu, 25 Juli 2012. Vonis pun dijatuhkan tiga tahun penjara buat mantan anggota DPRD Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Rio Manoppo (35). Kendati hukuman itu lebih ringan satu tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Mutmainnah Umadji SH MH dan James Pade SH, yang memberikan tuntutan hukuman empat tahun, namun banyak pihak tetap memberikan salut kepada Polda Sulut yang sudah menunjukkan keberhasilannya memberantas kenaifan di bumi nyiur melambai itu.

Apalagi, hanya terpaut satu bulan sebelumnya pada medio Juni 2012, masyarakat Sulut dikejutkan dengan tertangkapnya politisi muda Partai Amanat Nasional (PAN), Akbar Datunsolang (28), yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulut. Pasalnya, selain anggota DPRD Sulut yang terhormat, Akbar adalah putra kesayangan Bupati Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), Hamdan  Datunsolang.
Dan medio Juli 2012, tiba-tiba kasus pemalsuan ijazah di Universitas Manado (UNIMA) kembali mencuat ke pelataran media nasional.

Kabid Propam Polda Sulut, AKBP Yusuf Setyadi, kepada bnn hari Rabu, 08 Agustus 2012, ketika ditanyakan sejumlah kasus yang melibatkan orang-orang penting  di Sulut dan juga orang dalam Polda Sulut sendiri, membenarkan bahwa Kapolda Sulut, Brigjen Pol. Dicky Atotoy dengan tegas mengatakan:"Di mata hukum semua sama."

Saat ditanyakan sejumlah kasus penting tersebut, wajah Yusuf Setyadi berubah dan terlihat sedih seakan-akan ingin mengatakan bahwa dia tidak tega bila harus menjatuhkan sanksi kepada para tersangka itu. "Tapi ya begitulah. Akhirnya sih kita harus berpikir bahwa semuanya itu sudah seharusnya. Kalau hukum itu harus ditegakkan tanpa memandang bulu dan asal usul, tentunya  hukum itu harus ditegakkan sesuai dengan aturan yang berlaku," kata AKBP Yusuf Setyadi.

Memang, menurut dia, terkadang pada faktanya hal itu menjadi dilematis bagi pihak kepolisian. Pasalnya, penegakan hukum terhadap anggota polisi terkadang terasa tidak fair karena mereka kan sudah bekerja untuk orang banyak. "Tetapi yah... di mata hukum semua kita sama 'kan. Bahkan akhirnya kami semua sadar, bahwa benarlah justru penegak hukum seperti hakim, jaksa, dan polisi, yang seharusnya menjadi contoh atau teladan yang baik terhadap masyarakat. Dan, sudah seharusnyanyalah jika ada penegak hukum yang kedapatan terlibat kasus, mereka  dihukum lebih berat lagi sesuai dengan aturan hukum yang berlaku," tegas Yusuf Setyadi. Secara sistematis dan profesional, menurut dia, seluruh jajaran Polda Sulut telah berkomitmen melaksanakan tugas-tugas mereka. Baik menyangkut kasus yang melibatkan integritas petugas kepolisian, maupun kasus-kasus yang melibatkan orang-orang penting. Sebagai contoh, beredar isu yang cukup tajam di kalangan pers Sulut bahwa akan ada pergantian sejumlah petinggi Polres akibat masalah integritas mereka yang melanggar etika kepolisian.

Dan, untuk kasus yang melibatkan nama-nama penting, Polda Sulut secara tegas bertindak dalam koridor hukum yang jelas dan transparan. Pada kasus Akbar Datunsolang misalnya, penyidik Polresta Manado mengungkapkan bahwa hari Kamis, 21 Juni 2012, dia dinyatakan sudah menjadi target operasi selama kurang lebih 3 bulan sebelumnya. Tetapi saat ketetapan itu beredar di kalangan petugas, Akbar bersama 9 anggota DPRD Provinsi Sulut lainnya sedang berada di Jakarta untuk mengurus masalah tapal batas. Lalu ketika rekan-rekan Akbar kembali ke Manado, karena alasan pribadi Akbar tidak kembali bersama-sama mereka. Baru pada hari Minggu malam, 24 Juni 2012, Akbar pulang ke Manado, dan sejak pukul 22.00 Wita tim Reserse Narkoba yang beranggotakan sembilan orang dipimpin langsung oleh Kasat Narkoba Polresta Manado, Kompol WG Janis, telah menunggu kedatangan Akbar di Bandara Sam Ratulangi, Manado.

Sekitar  pukul 01.00 Wita, Akbar tiba di Bandara Sam Ratulangi menggunakan pesawat Lion Air penerbangan terakhir, dan 15 menit setelah pesawat parkir tim Polresta Manado langsung masuk ke dalam bandara dan menemui Akbar yang baru saja mengambil tas miliknya yang keluar dari bagasi pesawat.

Petugaspun mencegat Akbar, dan sempat terjadi perdebatan dengannya. Namun petugas  mengajak Akbar ke pihak keamanan bandara dan memeriksa barang bawaan Akbar. Awalnya, petugas sempat grogi dan putus asa disaksikan banyak mata di bandara, karena barang haram yang dicari itu tak kunjung diperoleh. "Tapi mendekati akhir pemeriksaan, petugas secara tidak sengaja membuka kepingan VCD yang berjumlah 7 buah dan menemukan dua gi paket sabu-sabu di dalamnya," tutur AKBP Yusuf Setyadi. Sesudah itu, Akbar digiring ke Mapolresta Manado, bersama sopir dan Ajudannya Resa Hippi dan Reki Makagiansar sebagai saksi penang-kapannya. Kedua saksi saat itu hendak menjemput kedatangan Akbar.

Saat dikonfirmasi bnn, Kapolresta Manado,Kombes Pol. Amran Ampulem-pang, mengatakan bahwa benar Akbar Datunsolang ditangkap tim buser narkoba Polresta Manado di Bandara Sam Ratulangi Manado, sesaat setelah turun dari pesawat.  "Akbar akhirnya kami tetapkan menjadi tersangka, setelah penyidik menerima hasil tes urine dan pemeriksaan barang bukti (BB) dua paket sabu-sabu adalah benar miliknya," ujar Amran Ampulempang.

Dan, dia mengakui bahwa Akbar memang sudah beberapa waktu menjadi target polisi, sehingga kini mendekam  di sel Poltabes Manado. "Pokoknya kami dari pihak Kepolisian Sulut tidak main-main soal narkoba. Siapa saja yang turut terlibat di dalamnya, kami proses sesuai aturan yang berlaku," tegas Ampulempang, ramah.

Tentang kasus mirip yang menimpa mantan anggota DPRD Boltim, Rio Manoppo, Polda Sulut juga melaksanakannya secara sistematis. Pasalnya, Polda Sulut tidak ingin bertindak semena-mena, tetapi juga tidak mau dilecehkan pihak manapun. Menurut Kabid Propam Polda Sulut,   AKBP Yusuf Setyadi, prinsip di mata hukum semua sama, dilaksanakan secara berhati-hati tapi tegas.

***

RIO MANOPPO yang kini sudah di PAW sebagai anggota DPRD Kabupaten Boltim itu, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika golongan I jenis sabu-sabu. Untuk itu, ia dipidana sesuai pasal 127 ayat (1) a Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika.

Terungkapnya kasus Rio, menyusul info strategis dari masyarakat sehingga tim Narkoba Polda Sulut diturunkan pada hari Kamis, 01 Desember 2011, sekitar pukul 07.00 Wita dan menangkap Rio yang memiliki narkotika golongan I jenis sabu-sabu seberat 0,2 gram.

Info masyarakat itu diperoleh pada 15 November 2011, bahwa Rio sering mengonsumsi narkotika yang diperoleh dari Jakarta melalui jasa pengiriman Tiki JNE Manado. Dari informasi tersebut, tim narkoba Polda Sulut melakukan pengecekan ke Tiki JNE Rike. Ternyata benar, ada kiriman paket sabu-sabu kepada terdakwa.

Sekitar pukul 06.30 Wita terdakwa datang ke kantor Tiki untuk mengambil kiriman tersebut. Namun gerak-geriknya yang sudah diintai petugas kepolisian menyebabkan dia harus berhadapan dengan hukum dan diamankan bersama paket kiriman itu ke Kantor Direktorat Narkoba Polda Sulut. Setelah dibuka, paket kiriman tersebut berisi 1 paket narkotika yang disimpan di dalam sebuah CD. Terdakwa mengaku paket kiriman itu adalah miliknya yang dibeli dari Olga Kaseger di Jakarta. Selain itu, terdakwa mengaku sudah mengonsumsi sabu-sabu sejak tahun 1998.

Sikap Polda Sulut menerapkan kebijakan di mata hukum semua sama, menyebabkan seluruh jajaran Kepolisian Sulut bertindak tegas sekalipun tetap berhati-hati. Kepala Kepolisian Resort Kota (Kapolresta) Bitung, AKBP Satake Bayu SIk, mengatakan kepada bnn di Mapolresta Bitung, pihaknya tidak segan-segan turun ke bawah sekalipun itu harus mengobrak abrik permukiman warga, baik yang tergolong elit maupun masyarakat di kawasan-kawasan kumuh padat penduduk.

Menurut Satake, demi menjaga konsistensi menjalankan hukum itu, Polresta Bitung secara berkesinambungan memerangi semua bentuk kemaksiatan termasuk operasi kriminal kerah putih (white collar crime), banditisme, perjudian, perdagangan barang-barang haram, dan segala bentuk kenaifan yang mengganggu ketertiban dan kepentingan orang banyak. "Kami memperlakukan semuanya sama, sekalipun tentu dengan sikap yang ekstra hati-hati," kata Satake. 

Pasalnya, sebagai salah satu kota pelabuhan internasional terbesar di Kawasan Timur Indonesia (KTI), Kota Bitung yang terpaut sekitar 60 Km sebelah selatan tenggara ibukota Provinsi Sulut, Manado, dijuluki sebagai pintu gerbang timur NKRI, di mana armada kapal dagang internasional dari Filipina, Singapura, Malaysia, bahkan Jepang, menjadikan Pelabuhan Bitung sebagai  tujuan potensial. "Makanya, di kota pelabuhan yang jadi andalan bisnis masyarakat luas ini, ada banyak kepentingan termasuk kepentingan asing yang harus kami awasi dengan hati-hati. Namun prinsip kehati-hatian itu tidak lantas membuat kami tebang pilih, dalam menghadapi para pelaku yang terbukti bersalah," tutur Kapolres Bitung AKBP Satake Bayu SIk.
Kebijakan serupa diterapkan pula di Markas Kepolisian Resort Kota (Mapolresta) Tomohon.  

Sekalipun Kapolresta Tomohon, AKBP Marlin Tawas SH MH, adalah seorang wanita, dia tak segan-segan bertindak tegas dan keras. "Apalagi buat kasus narkoba, kami diperintahkan untuk tidak pilih kasih. Setiap pelaku yang terlibat harus kami sikat," tutur Kasat Narkoba Polres Tomohon, AKP Dikson Kastilong S.Sos, mengisahkan sikap pimpinannya.

Dalam menjalankan operasi anti narkoba, seluruh jajaran Polres Tomohon tetap berpatokan  pada konsep Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN), yang kini jadi harga mati di seluruh wilayah Indonesia. Apalagi secara khusus Kota Tomohon, ujar Kastilong, adalah kota pusat kegiatan Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM), jaringan gereja terbesar di Sulawesi Utara. Dan, sejak zaman Belanda dulu, kota ini sudah dikenal sebagai kota pendidikan.

Namun, tentang sikap Polresta Tomohon terhadap berbagai kasus kriminal di luar narkoba, AKP Dikson Kastilong tak bisa merinci secara akurat karena bukan bidang yang dikerjakannya saat ini. "Tetapi semua masyarakat Sulut tahu, bahwa mantan pimpinan tertinggi kota Tomohon ini pernah merasakan sikap tegas Polresta Tomohon yang tidak pilih kasih dalam bertindak menjalankan tugas-tugasnya," tegas Kastilong.

Bahkan sebuah sumber bnn di Mapolresta Tomohon mengungkapkan, bahwa ada kasus besar yang melibatkan figur-figur penting Sulut yang kini tengah ditelusuri kebenaran faktanya. "Info yang kami peroleh, semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus tersebut kini kian aktif menjalankan lobi-lobi agar terlepas dari penyelidikan Polresta Tomohon," kata sumber bnn itu.

Tapi percayalah, katanya, ini era baru bagi Polda Sulut. "Sehingga tak ada tawar menawar. Jika anda memang terlibat dan coba-coba bermain api dengan petugas kami, bisa jadi anda bebas untuk sementara waktu. Sebab nantinya bila ketahuan bahwa petugas kami terlibat dalam kasus Anda, sanksi yang akan Anda terima itu pasti lebih parah. Pimpinan tertinggi kami di wilayah ini, punya kiat khusus yang diterapkan sama bagi semua orang. Dan, itu perintah bagi kami," tegas sumber itu.

Mengenai hal itu, AKP Dikson Kastilong hanya menanggapi dingin: "Pokoknya, sepanjang Anda tidak merugikan kepentingan orang banyak dan mengganggu ketertiban umum, kami justru akan mengayomi. Tapi, bila terjadi perbuatan-perbuatan yang tidak benar, kami tidak akan segan-segan bertindak."

***

TERLEPAS dari keberhasilan Polda Sulut menuntaskan kerja pada kasus-kasus narkoba di atas, tetapi untuk kasus dugaan ijazah palsu di Universitas Manado (UNIMA) yang dilaporkan oleh Dosen Fakultas Teknik UNIMA, Ir. Stanly Handry Ering, pada 12 Desember 2011, terkesan sulit untuk dibongkar tuntas. Bahkan ketika bnn mempertanyakan hal itu kepada Kapolda Sulut, Brigjen Pol Dicky Atotoy, pada acara tatap muka dengan keluarga besar Polres Minahasa di Tondano, hari Kamis, 12 Juli 2012, dia merasa heran karena laporan tindak kriminal pemalsuan ijazah di UNIMA itu belum ada di meja kerjanya.

Apakah kesulitan tersebut disebabkan kasus ini melibatkan sejumlah nama besar di Sulut dan beberapa nama orang penting di Jakarta, ataukah ada alasan lainnya? Kepada bnn di Mapolda Sulut, hari Jumat siang, 03 Agustus 2012, Kabid Humas Polda Sulut, AKBP Deni Adare, mengakui Polda Sulut mengalami beberapa kendala untuk membuktikan benar tidaknya laporan yang dilayangkan Ir Stanly Handry Ering.

Pasalnya, tutur Adare, sudah ada 16 orang terlapor yang sudah dipanggil untuk menghadap ke penyidik. "Namun sayangnya,  sejak surat undangan dilayangkan ke nama-nama tersebut, sampai hari ini belum ada yang datang menghadap ke penyidik. Memang bukan tidak mungkin jika mereka mangkir terus dari surat panggilan kami,  bisa jadi mereka akan dijemput oleh petugas kami," katanya.   

Sebagai perbandingan, Adare menunjuk kesulitan telusuran dugaan ijazah palsu di UNIMA itu tidak semudah substansi laporan dugaan ijazah palsu Bupati Minsel (TP). "Sebab pembuktian kasus UNIMA itu membutukan waktu, sehingga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Jalannya penyidikan itu panjang, karena penyidikan tidak hanya harus dilakukan di Sulut saja melainkan harus dicroscek kebenaranya sampai di Jakarta," tegas AKBP Deni Adare.

Lain halnya dengan jawaban UNIMA ketika dikonfirmasi bnn, Rektor Unima Prof Dr Philoteus EA Tuerah M.Si, DEA melalui Pembantu Rektor 1 (bidang Akademik) Prof Dr Harold Lumempow membenarkan bahwa memang di UNIMA telah terjadi penerbitan ijazah palsu. "Dan, ketika ditemukan oleh  Inspektorat Kemendikbud, sudah saya anjurkan jika terbukti agar semua ijazah-ijazah palsu itu segera ditarik. Tetapi saya sebagai PR1 tidak bertanggung jawab atas terbitnya ijazah-ijazah itu. Soalnya, saya sama sekali tidak tahu menahu soal kejahatan akademik tersebut yang menimpa kampus ini," papar Lumempow.

Keanehan lain muncul menyusul hadirnya pemberitaan di Tab bnn edisi 48 medio Juli 2012, di halaman 7, dengan judul Apa Kabar Kapolda Sulut? "UNIMA Diduga Terbitkan Ijazah  Palsu!"  Langsung saja telpon bnn Sulut berdering dengan sejumlah kabar yang kurang enak didengar. Pasalnya, dikatakan bahwa ada banyak pihak yang kebakaran jenggot membaca berita itu. Padahal, berita tersebut sesungguhnya berita yang sudah cukup lama terpendam di Polda Sulut, tetapi belum tuntas juga. Salah satu penelpon bahkan mengatakan kepada bnn, Rektor UNIMA,  Prof Dr Philoteus EA Tuerah M.Si, DEA, yang lagi bertugas di luar daerahpun kaget ketika menerima telpon dari seseorang yang mengabarkan berita ijazah palsu yang dilaporkan oleh Ir. Stanly Handry Ering itu telah diangkat kembali oleh bnn dan tabloidnya sudah beredar di mana-mana, termasuk di UNIMA.

Benar saja, pada hari Selasa, 07 Agustus 2012, pukul 18.00, tiba-tiba telpon bnn Sulut berdering. Ada call dari Kasubag Humas UNIMA, Jhonli Tendean, yang meminta bnn segera merapat di suatu tempat dengan pesan, "Ada yang penting untuk dibicarakan."

Kesepakatan pertemuanpun terjadi, karena ternyata dari pihak UNIMA melalui Kasubag Humasnya membawa pesan dari Rektor UNIMA bahwa pemberitaan bnn edisi 48 itu harus dibuat hak jawabnya dari UNIMA. Demi etika pers, bnn bersedia memberikan hak jawab buat UNIMA dan sepakat menghubungi beberapa nama yang namanya tertera jelas dalam berita dugaan penerbitan tersebut. Adapun SMS  yang dikirimkan bnn kepada beberapa nama yang terlapor sebagai berikut. "Selamat siang, Tabloid nasional bnn membuka ruang klarifikasi atau hak jawab kepada mereka yang merasa berkeberatan atas pemberitaan bnn di edisi 48. Berhubung deadline pengiriman berita kami berakhir pada tanggal 12 Agustus 2012, jika Anda ingin klarifikasi maka Anda semua dapat langsung menghubungi Redaksi Pusat bnn atau Kepala Perwakilan bnn Sulut.

Sayang SMS yang dikirim ke beberapa nomor itu hanya diresponi satu nomor saja (RT), dengan jawaban: "Ok, terimakasih," sehingga kesepakatan pertemuan dengan Kasubag Humas UNIMA, Jhonli Tendean, hari Kamis, 09 Agustus 2012, pukul 13.00 di ruang Kehumasan UNIMA, hanya berlangsung antara bnn dan Kasubag Humas UNIMA.

Menurut Tendean, atas permintaan Rektor UNIMA, Prof. Dr. Ph EA Tuerah, Msi, DEA, penerbitan berita bnn pada edisi 48 di halaman 7, dengan judul: Apa Kabar Kapolda Sulut? "UNIMA Diduga Terbitkan Ijazah Palsu!" harus diberikan hak jawab oleh bnn.

Kabag Humas UNIMA, Jhonli Tendean, menjelaskan, 4 poin untuk meluruskan berita tersebut.
1.    Laporan ijazah palsu UNIMA itu ditemukan oleh UNIMA sendiri, dan UNIMAlah yang melaporkan kasus tersebut terlebih dahulu ke Polres Minahasa pada 03 Oktober 2011 dengan pelapor Kabiro AAK UNIMA,  sdri. Nontje Bato, mewakili UNIMA.
2.     Demi menghormati Penegakan Hukum di Indonesia, kasus itu sudah diserahkan UNIMA sepenuhnya ke pihak hukum yang berwenang (Polres Minahasa)  dan sedang berproses.
3. Setelah kedatangan Tim Inspektorat Kemendikbud (sekitar Feb 2012), ijazah ini sudah diperiksa dan sudah disampaikan oleh UNIMA melalui Pembantu Rektor ke pihak Inspektorat Kemendikbud agar ijazah-ijazah tersebut harus ditarik sebab dinilai telah melanggar Norma Akademik?
4. Dilayangkannya surat panggilan dari Polda Sulut untuk 16 orang guna dimintai keterangn terkait laporan dugaan ijazah palsu yang dilaporkan oleh sdr Ir. Stanly Handry Ering,  salah satu oknum terlapor, Ny. Ros Tuerah, sudah memenuhi surat panggilan guna dimintai keterangan dari Penyidik Polda Sulut.
"Selebihnya, nanti saya sampaikan jika ada informasi dari pihak kami (UNIMA, red), tutur  Kasubag Humas UNIMA, Jhonli Tendean, kepada bnn. 

Menjawab pertanyaan bnn tentang jawaban dari UNIMA soal pelaporannya di Polda Sulut, 12 Desember 2011 itu, Ir Stanly Handry Ering dengan dingin mengatakan, hari Kamis malam, 09 Agustus 2012, di Tomohon: "Kita lihat saja evaluasi kembali kasus itu. Mana mungkin sih pelaku melaporkan kejahatannya sendiri?"

Menurut Ering, semua data beserta bukti-buktinya sudah dia serahkan kepada pihak berwajib baik di Sulut maupun di Jakarta. Bahkan untuk menjaga akurasi pelacakan kebenaran berita itu, dia sempat hilir mudik Jakarta-Manado beberapa waktu lalu. "Saya yakin kebenaran itu akan terbukti, karena percayalah masih ada petugas hukum di negeri ini yang punya hati nurani. Kita 'kan bangsa yang punya Tuhan, dan tidak ada hal yang tersembunyi di mata Tuhan," (didukung penuh tim bnn Jakarta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan pesan Anda.

Berita Nasional Narkoba