berita narkoba

Berita Nasional Narkoba

Selasa, 20 November 2012

Dakwah Menerobos Kehidupan 'Punkers'


BISA jadi yang terlintas di pikiran Anda adalah pengamen dengan rambut ala suku Mohawk Indian, gerombolan anti kemapanan, penikmat narkoba, bahkan para anarkis di jalan-jalan raya kota besar, bila kuping Anda disuguhi kata anak punk! Tapi, terlepas dari stigma di atas, di salah satu sudut Kota Jakarta, terdapat puluhan punkers yang memilih dakwah sebagai orientasi pergerakannya. Punk Muslim, sebuah komunitas punk yang bermarkas di Jalan Swadaya, Pulogadung, Jakarta Timur. Tambahan kata Muslim pada nama komunitas itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, sejak berdirinya komunitas tersebut, mereka berkomitmen akan membawa Islam sebagai jalur utama dalam segala bentuk kegiatan mereka.

Makanya mereka tak mau disebut sebagai anggota, tapi lebih memilih disebut penghuni Punk Muslim. Kendati dari sisi penampilan, mereka tidak berbeda dengan punkers lain yang biasa kita temui. Bercelana jeans kumal, hampir semuanya memakai kaos berwarna hitam bergambar cadas. Dan, gaya bicara mereka pun tak pernah serius. Baru kemudian setelah berkenalan dan berbincang lebih jauh, karakter mereka yang berbeda dari punkers pada umumnya akan tampak jelas.

“Punk Muslim ini pas seperti komunitas punk lainnya. Kita tetap membawa counter-culture yang sama, yaitu mendobrak kebiasaan lama, anti mainstream. Mungkin bedanya di sini adalah kita mengangkat ideologi Islam. Sederhananya seperti itu,” jelas salah satu penghuni Punk Muslim, Lutfi (27) seperti yang dilansir oleh detikRamadan, hari Sabtu, 28 Juli 2012.

Sementara punkers pada umumnya membawa ideologi anarkisme, punk muslim memilih untuk menjadikan Al Quran dan Hadits sebagai pedoman pergerakannya. Lutfi menegaskan, komunitas ini ingin mengubah stigma negatif yang menempel pada punk jalanan atau lebih banyak disebut street punk. Ketika banyak pihak yang menilai street punk hanyalah sampah, punk Muslim memilih untuk merangkul mereka.

“Di sisi lain, teman-teman yang lain bilang street punk itu tidak ada, mereka cuma ikut-ikutan, cuma sampah, cuma menjelek-jelekkan punk, punk muslim merangkul mereka, memberikan penjelasan, bahwa teman-teman punk tidak harus melakukan apa yang dilakukan oleh street punk. Misalkan tidur di jalanan, berdekil-dekil di jalanan. Tidak harus seperti itu. Kita merangkul mereka, bukan menyumpahi mereka,” tuturnya.

***

  KENDATI dengan aliran musik punk, mereka membawakan pesan dakwah dalam lirik-liriknya. Mereka merasa ideologi anarkisme tak cocok bagi mereka yang muslim.

  “Kalau karya sama, bedanya ya di pesan dan liriknya. Kita semua ini muslim. Kalau kita muslim, ya Islamlah pedoman kami. Kalau mengangkat anarkisme, tidak nyambung juga. Kan kebanyakan komunitas punk di Indonesia membawa ideologi anarkisme. Karena kita muslim ya kita angkat Islam, akan bertabrakan terus kalau sama anarkisme,” lanjutnya.

Komunitas ini awalnya berbentuk band punk yang bernama Band Punk Muslim yang terdiri dari 10 orang personil. Ketika sang vokalis, Budi Choironi atau yang lebih akrab dipanggil teman-temannya dengan nama Buce meninggal dunia, para personil band lainnya memilih untuk melanjutkan perjuangan dakwah mereka. Buce menjadi sosok inspiratif dalam pergerakan komunitas ini.

“Buce itu juga ketua persaudaraan anak jalanan se-Indonesia. Setelah dia meninggal, ya sudah sekalian kita bikin komunitas. Jadi tidak hanya main band, tapi ada pergerakannya juga. Konsep yang ada sudah baik, kenapa nggak diterusin. Jadi ada komunitas, biar untuk mengajak teman-teman street punk yang ada di jalanan,” tutur pria yang ikut memprakarsai band dan komunitas punk Muslim.

  Komunitas punk Muslim saat ini sudah memiliki 50 orang penghuni. Sekitar 20 orang penghuni pria di antaranya tinggal di markas mereka di Pulo Gadung. Beberapa di antara mereka bergabung karena ada ajakan dari penghuni komunitas, ada juga yang atas keinginannya sendiri untuk datang ke markas. “Ya kita ngajak dan ada juga yang mereka tau ada punk Muslim terus bergabung. Ngajaknya ya dengan kita, kan mainnya di jalanan, pasti ketemu lalu ngobrol-ngobrol. Ayo main-main ke markas, ngopi-ngopi, ngrokok-ngrokok dan ngobrol santai dulu,” kata Lutfi.

Dia berkisah, dalam prosesnya tak mudah mengajak para penghuni punk Muslim untuk mengikuti pola kehidupan di dalam markas yang agamis. Karakter anak jalanan yang keras menjadi tantangan yang tak pernah usai, namun tak membuat para punggawa komunitas punk ini menyerah. “Ya memang mereka keras, tapi biarlah mengalir kita arahkan ke yang positif. Pasti ada kesulitan, tapi memang harus kita kasih contoh terus, kita usahakan agar mereka ikut pada budaya kita. Kita biasakan mereka dengan budaya yang punk Muslim bangun di markas. Kalau shalat ya shalat. Kalau mereka nggak ikut dulu, ya tidak apa-apa. Biarin aja, mereka ngliatin dulu,” ujarnya.

Kegiatan di markas Punk Muslim di Pulo Gadung, selain berlatih musik adalah mengaji, shalat berjamaah, dan tausiyah. Sementara untuk bulan Ramadhan ini, punk Muslim sedang bersiap untuk menggelar Pesantren Jalanan di daerah Ciputat pada 11-13 Agustus 2012. Sesuai dengan namanya, pesantren ini diperuntukkan bagi anak-anak jalanan.

“Insya Allah, kalau Ramadhan begini kita Tarawih, belajar membaca Al Quran, ya kalau bisa. Teman-teman di jalanan, sudah tua juga masih alif ba ta. Dan, belajarnya nggak bisa cepat seperti anak kecil. Iqra jilid satu bisa beberapa hari,” pungkas Lutfi.

Disusun kembali oleh Freddy Marbun. SH
dari sejumlah sumber pustaka.
FB: freddy.marbun@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan pesan Anda.

Berita Nasional Narkoba