berita narkoba

Berita Nasional Narkoba

Selasa, 20 November 2012

Pemda Bengkalis Diminta Ungkap Kebohongan PT MAS !



PENGATURAN pada sektor agararia merupakan tulang pung-gung dalam menciptakan kehidupan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Para founding fathers negeri ini menegaskan hal itu dalam konstitusi kita, sebagaimana diamanatkan dalam UUD Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi Bumi, Air, dan Kekayaan Alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 
 
Makanya, pengaturan kebijakan agraria sejatinya bukan hanya mencakup masalah administrasi kepemilikan tanah saja, tetapi juga harus berorientasi pada pengaturan sumber-sumber agraria (air, bumi, dan ruang angkasa) serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Pasalnya, sumber-sumber itu  memiliki fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera, apalagi dengan corak perekonomian masyarakat Indonesia yang agraris.

Persoalan yang kini kerap muncul ke permukaan media lokal dan nasional, di mana muncul konflik agraria antara rakyat dengan perusahaan-perusahaan pemegang izin usaha baik HGU, HPHTI, dan bentuk perizinan lainnya. Bila kita klasifikasikan, konflik-konflik agraria tersebut bersifat vertikal. Dan, terbukti bahwa konflik-konflik itu disebabkan adanya kekeliruan dalam pengaturan kebijakan, mulai dari pemberian izin, pelaksanaan amanat yang termaktub dalam izin serta pengawasan pelaksanaan izin tersebut.

Konflik agraria model ini secara umum ditengarai oleh kebijakan, yakni perizinan yang dikeluarkan pemerintah. Lazimnya setiap perizinan seperti itu, mesti ada pengawasannya terhadap pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang diamanatkan dalam keputusan perizinan itu. Dan hal tersebut harus diselesaikan oleh pemegang izin sebelum operasi perusahaan dimulai.

Namun, akibat terjadinya kekeliruan dalam pemberian izin dan lemahnya peran pengawasan pemerintah dalam pelaksanaan ketentuan yang termaktub dalam izin yang telah dikeluarkan itu, maka muncul berbagai masalah yang berpotensi melahirkan gerakan protes masyarakat terhadap negara secara massif dan struktural. Persoalan konflik agraria model ini selayaknya mendapat perhatian khusus dari pemerintah.
                                          
 ***
KASUS PT Meskom Agro Sarimas (PT MAS) yang bermitra dengan Koperasi Meskom Sejati versus masyarakat di Kabupaten Bengkalis pada Januari 2002 silam, hingga kini masih menimbulkan berbagai masalah dan belum mendapat perhatian serius baik dari perusahaan pemegang izin maupun pemerintah.

Masalah tersebut, antara lain proses perizinan yang disinyalir ada unsur kebohongan dalam membuat dasar pemberian izin, pendistribusian tanah seluas 2 ha kepada masing-masing anggota kelompok tani, pencemaran lingkungan, alokasi dana CSR/CD serta ketentuan-ketentuan lain yang diamanatkan baik dalam kese-pakatan bersama dan izin (HGU) tersebut.

Padahal, dasar diterbitkannya HGU untuk PT Meskom Agro Sarimas adalah perjanjian kerjasama antara Koperasi Meskom Sejati  dengan surat bernomor 006/KMS-S/I/2002 dan PT Meskom Agro Sarimas dengan surat bernomor 002/MAS-PB/I/2002 tertanggal 26 Januari 2002. Diduga dalam proses terjalinnya kerja sama itu terdapat kebohongan untuk memuluskan proyek tersebut, sehingga perlu kiranya segenap stakeholder bersama-sama meluruskan persoalan itu agar semangat konstitusi mengatur bidang agraria negeri ini dapat berjalan dengan baik.

Pengamatan tim bnn di lapangan mengungkapkan, perjanjian kerja sama antara Koperasi Meskom Sejati dengan PT Meskom Agro Sarimas itu merupakan bagian yang terpenting. Pasalnya, perjanjian kerja sama tersebut memuat beberapa hal yang sangat prinsip meliputi luas lahan, pola kemitraan, hak dan kewajiban kedua belah pihak, waktu, biaya, serta kesepakatan-kesepakatan lainnya yang bersifat mengikat antara kedua belah pihak.

Semestinya, pemerintah sigap dalam menyikapi permasalahan ini dengan membentuk Tim Terpadu yang melibatkan Badan Pertanahan Nasional, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Perusahaan dan Masyarakat (dalam hal ini anggota Koperasi Meskom Sejati) guna mengidentifikasi, menginventarisasi masalah-masalah yang selama ini terjadi, serta melakukan rekonstruksi pada areal HGU PT Meskom Agro Sarimas, baik untuk menentukan tapal batas maupun penentuan lahan yang akan didistribusikan kepada masyarakat (anggota Koperasi Meskom Sejati).

***
  1. SEBAGAIMANA dijelaskan di atas bahwa konflik agraria yang ditengarai oleh perizinan pemerintah harus diselesaikan dengan kebijakan, karena berkaitan erat dengan pelaksanaan aturan-aturan yang telah ditetapkan pengawasan dan evaluasi dari izin tersebut. Merujuk pada Pasal 32 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960, bahwa Hak Guna Usaha termasuk syarat-syarat pembe-riannya, demikian juga setiap peralihan dan pengha-pusan hak tersebut, maka harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19. Pendaftaran tanah dalam Pasal 19 ayat: (1) adalah untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Repu-blik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Pada ayat (2) dijelaskan, bahwa pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi: a) Pengukuran perpetaan dan pem-bukuan tanah. b) Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut. c) Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuk-tian yang kuat. Pada ayat (3) dijelaskan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dengan meng-ingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyeleng-garannya menurut pertimbangan Menteri Agraria.
Hal ini semestinya menjadi perhatian khusus Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis, untuk melakukan pembenahan terhadap permasalahan antara masyarakat dengan PT Meskom Agro Sarimas serta meluruskan proses-proses yang dinilai ada unsur kebohongan, inkonstitusional, tidak melaksanakan prosedur yang telah diamanatkan, serta permasalah-an-permasalahan lain seperti pembuatan tapal batas, pendistribusian lahan milik masyarakat (anggota Ko-perasi Meskom Sejati), mengevaluasi tahapan pendis-tribusian dan hambatannya, pencemaran lingkungan, serta alokasi dana CSR/CD.

Bila itu dituntaskan, itulah langkah yang bijaksana dalam menyikapi masalah di bidang agraria saat ini. Masalah di bidang agraria kini mencuat menjadi masalah nasional, karena ketimpangan sosial yang dilahirkan kebijakan agraria kita yang keliru. Langkah kebijaksanaan tersebut mesti didukung oleh segenap stakeholder, perusahaan pemegang izin, pengurus dan anggota koperasi, serta masyarakat luas, agar mampu mewujudkan keadilan sosial sebagaimana amanat konstitusi kita. Sudah saatnya kita berbenah sebelum segala sesuatunya terlambat. Penulis adalah wartawan tab bnn Biro Bengkalis, Riau, tinggal di Bengkalis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan pesan Anda.

Berita Nasional Narkoba