Universitas Negeri Manado, di singkat UNIMA, adalah sa-lah satu perguruan tinggi negeri yang berada di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). UNIMA berlokasi di daerah pegunungan Kabupaten Minahasa, 800 meter dari permukaan laut dan sekitar 40 km dari kota Manado, ibukota provinsi Sulut. Kampus UNIMA terletak di atas lahan seluas 270ha dengan suhu sejuk sekitar 24-270C di siang hari dan 180 C pada malam hari, sehingga suasana belajar mengajar menjadi lebih kondusif. Berawal dari Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) Tondano, satu dari empat PTPG yang didirikan pertama di Indonesia, yakni PTPG Batusangkar, PTPG Malang, PTPG Bandung, dan PTPG Tondano. Namun, berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 2450/KB/1955 pada 22 September 1955, PTPG Tondano meng-alami berbagai perubahan. Mula-mula menjadi FKIP Universitas Hasanuddin Makassar, lalu berubah menjadi FKIP Unhas Tondano di Manado, FKIP Unsulutteng, IKIP Yogyakarta Cabang Manado, dan terakhir menjadi IKIP Manado yang berdiri sendiri berdasarkan Surat Keputusan Menteri PTIP Nomor 38 tanggal 8 Maret 1965 juncto Keppres Nomor 275 Tahun 1965 tanggal 14 September 1965.
Pada tanggal 13 September 2000, IKIP Manado dikonversi menjadi Universitas Negeri Manado (UNIMA) berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia Nomor 127 Tahun 2000 dan diresmikan oleh Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Yahya Muhaimin, pada 14 Oktober 2000.
Sejak tahun 2008-2012, UNIMA dipimpin Rektor Prof. Dr. Philoteus EA. Tuerah, M.Si, DEA, dan memiliki fungsi ganda. Yakni, selain menciptakan tenaga ahli dan tenaga profesional di bidang Kependidikan, UNIMA juga menciptakan tenaga ahli dan tenaga profesional di bidang non-Kependidikan. Selain tugas utama tersebut, UNIMA juga dipercayakan menyelenggarakan program sertifikasi guru, pendidikan profesi, dan program peningkatan kualifikasi akademik guru.
Sayangnya, di balik kesuksesan Tuerah, nama UNIMA kini mulai disorot isu miring di SULUT bahkan hingga ke pusat, dengan munculnya sejumlah laporan kasus korupsi yang telah dilaporkan Dosen Fakultas Teknik, Ir. Stanly Handry Ering, ke Presi-den RI, Dikti, KPK, Mabes Polri, Polda Sulut, Kejati Sulut, dan Kejari Tondano. Kini, muncul lagi pernyataan dari Inspek-torat Kemendikbud yang membenarkan bahwa ternyata di bawah kepemimpinan Prof.DR. Ph.E.A Tuerah, Msc. Dea, UNIMA telah menerbitkan berbagai ijazah palsu. Modus jaringan kejahatan itu mulai terkuak ke permukaan, ketika pada 12 Desember 2011 Dosen Fatek, Ir. Stanly Handry Ering, secara resmi melaporkan kejahatan itu ke Polda Sulut. Dipaparkan Ering, bahwa telah terjadi dugaaan pemalsuan dan penjualan NIM (Nomor Induk Mahasiswa) yang berakibat pada terbitnya ijazah sarjana (S1) yang terindikasi ilegal karena menggunakan NIM palsu di UNIMA.
Anehnya, setelah sang Dosen Fatek UNIMA melaporkan kasus tersebut, tiba tiba muncul laporan bahwa UNIMAlah yang lebih dahulu membongkar kasus tersebut ke Polres Tondano. Yakni pada tanggal 03 Oktober 2011, mewakili lembaga UNIMA Biro AKK, Nontje Bato melaporkan bahwa pada bulan September 2011 di lembaga UNIMA telah terjadi penggantian angka NIM, dan atas kejadian tersebut pelapor merasa berkeberatan dan memohon Polres Tondano mengusut tuntas kasus itu. Pada surat bernomor B/09/1/2012 Polres Tondano dengan SP2HP menyam-paikan, bahwa modus operandi kasus itu dilakukan oleh mahasiswa sendiri, sehingga Polres Tondano meminta kepada pelapor untuk mencari data dan fakta siapa oknum-oknum pegawai yang terlibat mengambil uang dari mahasiswa dan mengubah NIM yang tertulis tidak sesuai dengan nama mahasiswa. Menilai subtansi kejahatan itu, Polres Tondano menyimpul-kan bahwa kejahatan tersebut adalah perbuatan yang melanggar norma akademik karena adanya perbuatan grativikasi antara mahasiswa dan pegawai guna mempercepat proses penyelesaian mereka.
Pertanyaannya, bukankah untuk meng-ungkap fakta kejahatan adalah wewenang institusi hukum yakni polisi? "Sungguh sangat tidak masuk akal, mengapa justru pelapor yang diminta untuk mencari data dan fakta dalam kejahatan tersebut? Apalagi yang dilaporkan oleh Ir. Stanly Handry Ering ke Polda Sulut substansi dan sasarannya sangat berbeda jauh dengan apa yang dilaporkan oleh Nontje Bato di Polres Tondano," tutur sumber bnn yang minta identitasnya tidak dimediakan.
Ering melaporkan bahwa kejahatan akademik itu sudah dimulai sejak tahun 2007. Dan, pada laporan 12 Desember 2011 itu, Ering melaporkan ke Polda Sulut bahwa terjadi dugaan pemalsuan dan penjualan NIM Angkatan 2007 yang sudah ada pemilik sah kepada orang yang tidak berhak, dan terjadi pula penerbitan ijazah Sarjana Pendidikan (S.Pd) dan Akta Mengajar guru kelas yang diperoleh tanpa mengikuti kegiatan akademik di UNIMA. Ijazah/Akta Mengajar tersebut terindikasi Ilegal karena menggunakan NIM palsu dengan modus:
a) Mahasiwa mendaftar ke UNIMA pada tahun akademik 2008, pada program PSKGJ (Program Sarjana Kependidikan Guru dalam Jabatan), dan memperoleh NIM 2008 sehingga belum dapat menguji ujian pada tahun 2011 karena masa perkuliahan yang ditempuh belum cukup dan tidak sesuai studi pada program PSKGJ.
b) Pada akhir tahun 2010, mahasiswa Angkatan 2008 mendapatkan NIM mundur yakni tahun 2007 yang dibeli seharga Rp 1 juta per mahasiswa, dan dananya dikumpulkan oleh Ketua Kelas, Johana Supit (sesuai bukti rekaman). Kemudian, dana tersebut disetor kepada oknum Dosen yang kini baru menjabat Pembantu Dekan 2 (PD2) di Fakultas Ilmu Pendidikan UNIMA, yang tidak lain adalah adik kandung dari Rektor Unima, Prof.DR. Ph.E.A Tuerah, M.Si. DEA.
c) Setelah mendapatkan NIM mundur tahun 2007 dan status mahasiswa dialihkan dari mahasiwa PSKGJ ke mahasiswa regular Fakultas ilmu pendidikan oleh oknum Dosen FIP (ibu Ros Tuerah), pada tanggal 24 Maret 2011 Rektor UNIMA mener-bitkan surat persetujuan Nomor 03355/UN41/PS/2011 untuk ujian akhir, meskipun mahasiwa meng-gunakan dokumen ilegal/palsu.
d) Pada tanggal 11 April 2011 sebanyak satu kelas mahasiswa tanpa mengikuti kegiatan di FIP, mengikuit ujian akhir mahasiswa dengan status mahasiswa reguler FIP, bukan mahasiwa program PSKGJ.
e) Ujian akhir mahasiswa dilakukan di luar kampus FIP UNIMA, tidak sebagaimana lazimnya mahasiwa FIP ujian akhir di kampus Fakultas Ilmu Pendidikan yang berlokasi di kota Tomohon.
f) Pada 20 Juni 2011, sebanyak 16 mahasiwa dengan NIM yang diduga ilegal/palsu dan telah mengikuti ujian akhir di luar kampus UNIMA memperoleh ijazah S1 serta Akta Mengajar yang ditandatangani oleh Dekan FIP dan Rektor UNIMA kemudian menyandang gelar sarjana pendidikan (S.Pd) serta diwisuda oleh Rektor UNIMA di Hotel Sutan Raja.
g) Setelah diteliti, 16 mahasiswa yang menggunakan NIM mundur 2007 itu tidak terdaftar pada Buku Induk UNIMA tahun 2007, bahkan juga tidak terdaftar pada EPSBED (Evaluasi Program Studi Berbasis Evaluasi Diri), Database Mahasiswa Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2007.
h) Ke 16 mahasiswa yang diwisuda, ternyata menggunakan NIM Tahun 2007 atas nama mahasiswa lain sebagai pemilik sah NIM 2007 (sesuai investigasi dan bukti.
Ketika diwawancarai bnn, Ir. Stanly Handry Ering meminta kepada Polda Sulut, agar Ibu Ros Tuerah dan Johana Supit dimintai keterangan, sedangkan na-ma-nama pejabat UNIMA yang bertang-gung jawab adalah Dra. Nontje Bato M.Si (Kepala Biro AAK yang adalah pelapor di Polres Tondano), Dra. Deitje. A. Katuuk M.Pd (dekan FIP), Prof. Dr.Th. Mautang, M.Kes (Direktur PSKGJ), Dr. H. Lu-mempow, M.Pd (Pembantu Rektor 1 Bidang Akademik), dan Prof .DR.Ph.E.A. Tuerah, Msi, DEA (Rektor UNIMA).
Diduga, tindakan melawan hukum tersebut telah berlangsung selama Tuerah memegang jabatan rektor di UNIMA, dan sesuai informasi dari sejumlah sumber di UNIMA korbannya sudah mencapai ribuan orang. Padahal kejahatan itu tidak sejalan dengan UU Thn 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, apalagi ijazah palsu/ilegal itu telah dipergunakan untuk penyesuaian kepangkatan dan pengangkatan PNS. Makanya, kepada Ka-polda Sulut, Brigjen Dicky Atotoy, Ir. Stanly Handry Ering meminta dan sangat berharap agar segera menindak lanjuti laporannya. "Siapapun dia, apapun dia, baik oknum lembaga atau perorangan yang mengeluarkan ijasah palsu/ilegal, juga mereka yang turut membantu, bahkan orang-orang yang mengantongi ijazah palsu tersebut, supaya segera diusut tuntas sesuai hukum yang berlaku Di NKRI. Bukti-bukti sudah jelas, apalagi staf Inspektorat Kemendikbud ketika ber-kunjung ke UNIMA mengakui bahwa ijasah yang diperiksa adalah Palsu," tutur Ering kepada bnn.
Menjawab pertanyaan bnn pada acara tatap muka dengan keluarga besar Polres Minahasa di Tondano hari Kamis, 12 Juli 2012, Kapolda Sulut Brigjen Dicky Atotoy, merasa heran karena laporan tindakan kriminal pemalsuan ijazah di UNIMA itu belum ada di meja kerjanya. (Penulis adalah Kepala Perwakilan Tab bnn Provinsi Sulut, tinggal di Tomohon.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan pesan Anda.