berita narkoba
Berita Nasional Narkoba
Rabu, 21 November 2012
Browse » Home
Location : Home »
» Intermezzo: Melatih Kepekaan
Intermezzo: Melatih Kepekaan
Bagi setiap mata biasa, taman di Padang Golf Modern hanyalah berfungsi sebagai pemanis bangunan. Bungalownya asri dan rapi gara-gara taman. Tapi, bagi mata yang terbiasa memandang secara mendalam, lebih-lebih bersahabat dekat dengan alam sehingga bisa melakukan dialog kosmik, ada rahasia di balik taman.
Pertama-tama, taman memberi masukan yang jujur tentang apa yang kerap terjadi di tempat itu. Di tempat ketika manusia jarang bertengkar dan rajin berbagi kasih sayang. Hijaunya rumput, halusnya daun, dan mekarnya bunga seperti memancarkan cahaya. Tetapi sebaliknya, pancaran cahaya rerumputan, dedaunan, dan bunga seperti redup sekali.
Kedua, dilihat dari tamu yang datang, di tempat ketika perbedaan dirangkai rapi menjadi keindahan, maka tamunya adalah kupu-kupu, lebah, capung serta mahluk lembut lainnya. Namun, di rumah yang penuh pertengkaran maka tamunya adalah tikus, kecoa, nyamuk, dan binatang berbahaya lainnya.
Sulit bagi manusia untuk berbohong di depan alam. Makanya, bagi sejumlah pejalan kaki ke dalam diri yang sudah jauh perjalanannya, berdiam di alam terbuka tidak saja menghadirkan kesegaran udara, tetapi juga menemukan sejumlah bimbingan.
Pohon sebagai contoh, ia simbol pertapa yang sempurna. Bertumbuh mendekati cahaya dengan keikhlasan sempurna. Air sebagai contoh lain, ia mengajarkan kelenturan yang mengalahkan semuanya. Dalam perjalanan panjang dari gunung hingga samudera, air bisa melewati semua halangan. Satu-satunya sebab di balik ini adalah kelenturan. Ini memberi pelajaran, maka halangan-halangan kehidupan pun bisa terlewati.
Kolam adalah guru lain. Bila kolamnya tenang, bayangan bulannya bersih, jernih, indah. Demikian juga pikiran. Bila pikirannya tenang seimbang, semuanya jadi bersih dan jernih. Keputusan pun bisa dibuat gamblang dan terang.
Merenung di atas tumpukan bahan seperti ini, ada yang bergumam ringan, “Alam adalah guru yang agung." Cuma, diperlukan kepekaan mendalam agar bisa tersambung dengan bimbingan-bimbingan alam. Sayangnya, kepekaan inilah yang sudah mulai hilang dari kehidupan.
Di sekolah kepekaan, ini disebut tidak rasional. Di tempat kerja, kepekaan diidentikkan dengan telinga yang mudah tersinggung. Di rumah, kepekaan mudah menjadi bahan tertawaan. Di gereja, mesjid, pura, dan klenteng, kepekaan dianggap sombong rohani. Padahal, pelayanan, kepemimpinan, dan keterhubungan semuanya, memerlukan kepekaan.
Dibekali kepekaan, pelayanan menjadi lebih dari sekedar melakukan tugas yang diperintahkan Allah. Pelayanan adalah jembatan yang menghubungkan dua rasa. Ketika kedua rasa ini terhubung, pelayanan berubah menjadi serangkaian doa yang menggetarkan surga.
Perhatikan makhluk cantik yang kerap hadir di taman berupa kupu-kupu. Ia tidak saja mempercantik taman, tetapi juga hati-hati sekali ketika mengambil inti sari bunga agar tidak merusak keindahan bunga. Hal serupa juga dilakukan pelayan yang kaya rasa, pemimpin yang kaya makna.
Kehati-hatian, itu langkah awal mengasah kepekaan. Menjaga agar tatanan senantiasa indah, itu hal yang kedua. Namun, berupaya agar senantiasa terhubung dengan semuanya, itulah puncak kepekaan. Di puncak inilah kehidupan menjadi pelayanan yang kaya keterhubungan.
Seorang hamba Tuhan pernah berkata kepadaku, ”Tatkala manusia sudah terhubung dengan semuanya, pelayanan berhenti menjadi sekedar kewajiban. Pelayanan adalah hidup itu sendiri. Ia seperti bernafas. Bila mau hidup, tentu jangan lupa bernafas. Jika mau damai dan bahagia, jangan lupa melakukan pelayanan.” (epi yulianto)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan pesan Anda.