Setiap kali Kepolisian Republik Indonesia dan Badan Narkotika Nasional (BNN) membongkar kasus perdagangan gelap narkoba dari luar negeri via Malaysia ke Indonesia, selalu saja pertanyaan yang muncul apakah Pemerintah Malaysia begitu lemah, atau begitu miskinkah mereka, sehingga tidak mampu mencegah perdagangan barang haram itu melintas di negeri mereka? Namun, ketika sudut pandang terfokus pada persoalan TKI (tenaga kerja Indonesia), tersimpul konkret bahwa sesungguhnya ada yang perlu dicermati lebih serius lagi. Betapa tidak, tak tertakar lagi peluh anak bangsa ini tercurah di tanah jiran Malaysia, tapi tak terhitung pula siksaan dan sumpah serapah yang diterima para TKI dari para majikan mereka di Malaysia. Dan, saat TKI dilelang oleh pihak Malaysia secara terbuka di pasar mancanegara, kita hanya bisa me-ngatakan tersinggung. Lalu bagaimana lagi setelah terbukti seorang tenaga kerja wanita Indonesia diperkosa oleh tiga anggota Kepolisian Diraja Malaysia? Hai para pemimpin NKRI, cukuplah sudah keluh kita akibat perbuatan mereka!
WAKIL Ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso, mengatakan kepada pers, bagaikan disambar gledek ketika dia membaca kabar kasus pemerkosaan Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia oleh tiga anggota Kepolisian Diraja Malaysia. “Pemerintah harus bertindak tegas dalam menyelesaikan masalah ini, melakukan langkah terbaik,
agar tidak ada lagi yang melukai harkat dan martabat Bangsa Indonesia,” tutur Priyo Budi Santoso, politisi Partai Golkar, kepada pers, hari Senin, 12 Nov 2012, di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Betapa tidak, baru saja sekitar satu bulan terakhir, masyarakat negeri ini dikecewakan oleh perbuatan warga Malaysia yang memasang iklan penjualan tenaga kerja Indonesia, yang dipajang dengan ungkapan Indonesian Maids on sale (Babu Indonesia Dijual).
Secara logika bisnis kenyataan itu memang benar, kita memang mengirim babu-babu rumah tangga ke Malaysia, Hongkong, Taiwan, dunia Arab, dan mungkin belahan dunia lainnya. Tapi ada satu hal yang aneh. Filippina, Bangladesh, bahkan Turki juga mengirim tenaga kerja ke negara-negara lain, namun kita tidak pernah terdengar ada penghinaan dan pelecehan yang begitu dalam seperti yang dirasakan Indonesia dari Malaysia yang ingin selalu disebut saudara serumpun Indonesia.
***
DARI Kuala Lumpur, Malaysia, wartawan bnn Jimmy Chew melaporkan, seorang tenaga kerja perempuan Indonesia asal Jawa Tengah, SM (25), mengaku telah diperkosa oleh tiga polisi Malaysia. Pengakuan itu diungkapkan SM ke kantor pengaduan Partai Politik MCA (Malaysian Chinese Association) atas bantuan teman-temannya. Dan, MCA pun melempar info tersebut ke sejumlah media massa di Malaysia, karena merasa kasihan terhadap tenaga kerja Indonesia itu dan malu atas perbuatan anggota Kepolisian di negeri mereka.
Peristiwa itu berawal ketika SM bersama dengan temannya terjaring pemeriksaan polisi, pada hari Jumat, 09 Nov. 2012, sekitar pukul 06.00 waktu setempat, di Pulau Pinang, Malaysia.
Kepada para polisi itu, SM mengaku tidak memiliki dokumen lengkap, karena hanya punya dokumen dalam bentuk fotokopi paspor. Langsung saja SM digi-ring ke Kantor Polisi Perai, Pulau Pinang, karena polisi tidak mau menerima paspor yang berbentuk fotokopi.
Menurut MCA, SM mengatakan ketika dia meminta dilepaskan, permohonannya itu tidak dihiraukan. Bahkan oleh ketiga anggota Kepolisian Diraja Malaysia itu dia malah diperkosa secara bergilir di Kantor Polisi Perai itu. “Setelah melakukan pemerkosaan tersebut, barulah mereka mengirim saya balik ke tempat tinggal di Taman Indrawasih, Perai, dengan menggunakan mobil polisi. Dan, para polisi itu mengancam agar saya tidak menceritakan kejadian tersebut kepada orang lain,” ungkap SM.
Hal yang menggembirakan, Kepolisian Wilayah Pulau Pinang, Malaysia, langsung membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus pemerkosaan terhadap SM oleh ketiga anggota polisi di Kantor Polisi Perai itu. Kepala Unit Kriminal Kepolisian Pulau Pinang, Senior Asisten Komisioner Mazlan Kesah, mengatakan kepada pers, pihaknya membentuk tim khusus untuk melakukan penyelidikan secara lebih mendalam dan meliputi berbagai aspek.
Menurut Mazlan, ketiga anggota polisi dari Kantor Polisi Perai itu langsung ditahan hingga hari Jumat, 16 Nov 12, demi membantu penyidikan yang dijalankan berdasar Seksyen 376 kasus penyiksaan karena memperkosa.
“Saya memberi jaminan penyelidikan yang adil dijalankan tanpa melindungi pihak manapun sekalipun tertuduh adalah anggota polisi,” ujar Mazlan kepada pers, di Kuala Lumpur, hari Senin, 12 Nov 2012.
***
SEJUMLAH warga Malaysia keturunan Indonesia di Kuala Lumpur me-ngatakan, dari sisi hubungan antar warga Indonesia Malaysia, memang acap terasa bahwa warga Malaysia menganggap sepele warga Indonesia kendati sudah berstatus warga Malaysia. “Dari hubungan kekerabatan sedarah saja, sering mereka menilai kita-kita ni yang asal Indonesia, adalah orang-orang yang cari makan ke KL (Kuala Lumpur, red) ni.
Padahal, saya ni sudah berdiam di KL sejak tahun 1966,” ujar Wan Hamid Kadai, warga Malaysia, asal Kandangan, Kalimantan Selatan.Menurut dia, saudara-saudara pihak isteri-nya yang keturunan asli Kuala Lumpur itu, selalu saja merasa bahwa orang-orang Indonesia yang datang ke Malaysia, adalah pengganggu ketertiban dan keamanan di negri jiran itu. “Makanya, anak-anak saya selalu saja menjaga jarak dengan keluarga besar isteri saya, karena mereka acap sakit hati mendengar ocehan saudara-saudara sepupu mereka tentang orang-orang Indonesia yang mereka kenal,” tutur Wan Hamid kadai.
***
KISAH di atas kian menjadikan kita miris, bila ditambahkan lagi dengan serangkaian berita perdagangan gelap narkoba asal Malaysia beberapa minggu terakhir ini. Karena tentu saja kita bisa terus mengeluh, tetapi kenaifan dan kenis-taan dari Malaysia itu akan terus datang melanda negeri kita ini.
Setelah Badan Narkotika Nasional (BNN) mengumumkan anomali besar-besaran peta perdagangan gelap narkoba internasional ke Indonesia, maka beberapa waktu terakhir ini para pemasok dari Malaysia kian menyerbu wilayah-wilayah yang dianggap sepi pengawalan di Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Misalnya pada hari Minggu, 04 Nov 2012, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya, Pabean Juanda, Surabaya, berhasil menggagalkan pemasokan sabu-sabu asal Malaysia dengan tujuan Madura.
Hanya berselang 6 hari dari peristiwa di atas, penyelundupan narkoba asal Malaysia di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar, berhasil digagalkan aparat kepolisian Polda Sulawesi Selatan. Pelaku yang tertangkap tangan mengaku, barang haram itu dibawa dari Sarawak, Malaysia, ke Kalimantan Barat melalui jalan darat, untuk kemudian dibawa melalui jalur laut ke Makassar.
Dan yang terakhir, dikabarkan Direktorat Reserse Narkoba Polda Kalimantan Barat (Kalbar) masih terus mengejar pemilik 28 Kg sabu senilai lebih dari Rp 40 miliar, yang diduga berkewarganegaraan Malaysia. Empat orang saksi telah dimintai keterangan penyidik kepolisian. “Kita sudah berkoordinasi dengan Mabes Polri. Pemilik sekaligus pemasok sabu 28 kilogram dari Malaysia (Wilayah Kuching) itu masih kita selidiki dan kita cari,” kata Kabid Humas Polda Kalbar AKBP Mukson Munandar, saat dihubungi bnn, hari Minggu malam, 11 Nov 2012.
Dari rangkaian peristiwa di atas itu, tibalah waktunya semua pihak di negeri ini bersatu hati, mempertanyakan kembali makna dan arti hubungan Indonesia dengan Malaysia. Ada apa di balik semua itu? Pantaskah hubungan kedua negara tersebut dibiarkan begitu saja, atau masih adakah jalan keluar terbaik yang bisa ditempuh? (Nurdian NS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan pesan Anda.